Get Gifs at CodemySpace.com

Jumat, 23 Desember 2011

pimpinanan Muhammadiyah




DISUSUN OLEH :
KELOMPOK VII

     MARTINA                            10.23.12296



UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
S-1 PGSD
                                                                                              2011












KATA PENGANTAR


                Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahklan rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini yang berjudul “Pimpinan Muhammadiyah’’. Dengan tersusunnya makalah ini diharapkan kita dapat menambah wawasan dan pengetahuan dalam manajemen belajar dan pembelajaran serta dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam makalah kami menyadari terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini, untuk itu sangat kami harapkan masukan dan saran yang bersifat membangun demi kemajuan langkah bersama dalam upaya meningkatkan semangat dan kualitas sumber daya manusia.





                                   Palangkaraya,  oktober  2011
                             Penyusun,




                                                      .....................................








BAB I
PENDAHULUAN


A.      LATAR BELAKANG

Muhammadiyah adalah sebuah organisasi islam yang besar di indonesia dan nama organisasi ini diambil dari nama Nabi muhammad SAW, sehingga muhammadiyah juga dapat di kenal sebagai orang-orang yang menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW.
Tujuan utama muhammadiyah adalah mengembalikan seluruh penyimpangan yang terjadi dalam proses dakwah. Penyimpangan ini sering menyebabkan ajaran islam bercampur-baur dengan kebiasaan di daerah tertentu  dengan alasan untuk dapat beradaptasi dengan masyarakat sekitar.
Gerakan muhammadiyah memiliki ciri-ciri rasa semangat membangun tata sosial dan pendidikan masyarakat yang lebih maju dan terdidik dan menampilkan ajaran islam bukan sekedar agama yang bersifat pribadi dan statis tetapi dinamis dan berkedudukan sebagai sistem kehidupan manusia dalam segala aspeknya. Akan tetapi, muhammadiyah juga menampilkan kecenderungan untuk melakukan perbuatan yang ekstrem.
Dalam pembentukannya, muhammadiyah banyak merefleksikan kepada perintah-perintah AL-Qur’an diantaranya surat Ali Imran ayat 104, ayat tersebut menurut para tokoh muhammadiyah mengandung isyarat untuk bergeraknya umat dalam menjalankan dakwah islam secara terorganisasi, umat yang bergerak, yang juga mengandung penegasan tentang hidup berorganisasi. Maka dalam butir ke-6 Muqadimmah Anggaran Dasar Muhammadiyah dinyatakan, melancarkan amal usaha dan perjuangan dengan ketertiban organisasi, yang mengandung makna pentingnya sebagai alat gerakan yang niscaya.
Sebagai dampak positif dari organisasi ini, kini telah banyak berdiri rumah sakit, panti asuhan, dan tempat pendidikan di seluruh indonesia. Pada masa kepimimpinan Ahmad dahlan (1912-1923) pengaruh muhammadiyah terbatas kerasidenan-kerasidenan seperti: yogyakarta, surakarta, pekalongan, dan pekajangan, daerah pekalongan sekarang. Selain Yogya, cabang-cabang muhammadiyah berdiri di kota-kota tersebut pada tahun 1922, Abdul Karim Amrullah membawa muhammadiyah membawa muhammadiyah ke sumatera barat dengan membuka cabang di Sungai Batang, Agam. Dalam tempo relatif singkat arus gelombang muhammadiyah telah menyebar ke seluruh sumatera barat, dan dari  daerah inilah kemudian muhammadiyah bergerak keseluruh sumatera,sulawesi, dan kalimantan. Pada tahun 1938 muhammadiyah tersebar keseluruhan indonesia.
 Kantor pengurus pusat muhammadiyah awalnya berada di yogyakarta namun pada tahun 1970 komite-komite pendidikan, ekonomi, kesehatan, dan kesejahteraan berpindah kantor di ibukota jakarta. Struktur pimpinan pusat muhammadiyah terdiri dari lima orang penasehat, seorang Ketua umum yang di bantu tujuh orang ketua lainnya, seorang sekretaris umum dengan dua anggota, seorang bendahara umum dengan seorang anggotanya.
Muhammadiyah juga memiliki beberapa organisasi otonom muhammadiyah, yaitu :
·         Aisyiyah (organisasi wanita)
·         Pemuda muhammadiyah (organisasi pemuda)
·         Nasyiatul Aisyiyah (organisasi pemudi)
·         Ikatan pelajar muhammadiyah (organisasi pelajar dan remaja)
·         Ikatan mahasiswa muhammadiyah (organisasi mahasiswa)
·         Tapak suci putra muhammadiyah (perguruan silat)
·         Hizbul wathan ( organisasi kepanduan)
Daftar Pimpinan Muhammadiyah
1.      KH. Ahmad Dahlan (1912-1923)
2.      KH. Ibrahim (1923-1932)
3.      KH. Hisyam (1932-1936)
4.      KH. Mas Mansyur (1936-1942)
5.      Ki Bagoes Hadikoesoemo ( 1942-1953)
6.      Buya AR Sutan Mansyur (1953-1959)
7.      KH M Yunus Anis(1959-1962)
8.      KH.Ahmad badawi (1962-1968)
9.      KH. Faqih Usman (1968-1971)
10.  KH AR Fachruddin(1971-1990)
11.  KH.Azhar Basyir (1990-1995)
12.  Prof.Dr H Amien Rais (1995-2000)
13.  Prof.Dr H Ahmad Syafi’i Ma’arif(2000-2005)
14.  Prof.Dr H Din Syamsuddin (2005-2010)
15.  Prof.Dr.H Din Syamsuddin (2010-2015)












BAB II
PEMBAHASAN
A .PIMPINAN MUHAMMADIYAH
1.KH.AHMAD DAHLAN(1912-1923)
KH.Ahmad Dahlan lahir di Yogyakarta 1agustus 1868 dan meninggal di Yogyakarta,23 februari 1923 pada umur 54 tahun.KH Ahmad Dahlan  adalah seorang pahlawan nasional Indonesia,i8a adalah putera keempat dari tujuh bersaudara dari keluarga KH Abu Bakar.KH.Abu Bakar adalah seorang ulama dan khotib terkemuka di masjid kesultanan Yogyakarta pada masa itu,dan ibu dari KH Ahmad Dahlan adalah puteri dari H.Ibrahim yang juga menjabat penghulu kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat pada masa itu.
Nama kecil KH.Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwis.Ia merupakan anak keempat dari tujuh bersaudara yang keseluruhan saudaranya perempuaan,kecuali adik bungsu nya.Ia termasuk keturunan yang ke dua belas dari Maulana Malik Ibrahim,salah seorang yang terkemuka diantara walisongo,yaitu pelopor penyebar agama islam di jawa. Pada umur 15 tahun , ia pergi haji dan tinggal dimekah selama lima tahun. Pada periode ini, ahmad dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharuan dalam islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid ridha, dan ibnu taimiyah. Ketika pulang kembali ke kampungnya tahun 1888, ia berganti  nama menjadi Ahmad Dahlan. Pada tahun 1903 ia bertolak kembali ke mekah dan mentap selama dua tahun. Pada masa ini ia sempat berguru kepada Syeh Ahmad khatib yanbg juga guru dari pendiri NU,KH. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirijkan muhammadiyah di kampung kauman, Yogyakarta. Disamping aktif dalam menggulirkan gagasannya tentang gerakan dakwah muhammadiyah ia juga dikenal sebagai seorang wirausahawan yang cukup berhasil dengan berdagang batik yang saat itu merupakan profesi wiraswasta yang cukup menggejala di masyarakat.
Sebagai seorang yang aktif dalam kegiatan bermasyarakat dan mempunyai gagasan-gagasan cemerlang, Dahlan juga dengan mudah diterima dan dihormati di tengah kalangan masyarakat, sehingga ia juga dengan cepat mendapatkan tempat di organisasi  Jam’iyatul Khair, Budi utomo, syarikat Islam dan Comite Pembela Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Pada tahun 1912, Ahmad Dahlan pun mendirikan organisasi muhammadiyah untuk melaksanakan cita-cita pembaruan Islam di bumi Nusantara. Ahmad Dahlan ingin mengadakan suatu pembaruan dalam cara berpikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam. la ingin mengajak umat Islam Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan Alqu’ran dan al-Hadits. Perkumpulan ini berdiri bertepatan pada tanggal 18 Nopember 1912. Dan sejak awal Dahlan telah menetapkan bahwa Muhammadiyah bukan organisasi politik tetapi bersifat sosial dan bergerak di bidang pendidikan.
 Pahlawan Nasional Atas jasa-jasa KH. Ahmad Dahlan dalam membangkitkan kesadaran bangsa Indonesia melalui pembaharuan Islam dan pendidikan, maka Pemerintah republik indonesia  menetapkannya sebagai pahlawan nasional dengan surat Keputusan presiden no. 657 tahun 1961. Dasar-dasar penetapan itu ialah sebagai berikut:
1.      KH. Ahmad Dahlan telah mempelopori kebangkitan ummat Islam untuk menyadari nasibnya sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar dan berbuat;
2.      Dengan organisasi Muhammadiyah yang didirikannya, telah banyak memberikan ajaran Islam yang murni kepada bangsanya. Ajaran yang menuntut kemajuan, kecerdasan, dan beramal bagi masyarakat dan umat, dengan dasar iman dan Islam;
3.        Dengan organisasinya, Muhammadiyah telah mempelopori amal usaha sosial dan pendidikan yang amat diperlukan bagi kebangkitan dan kemajuan bangsa, dengan jiwa ajaran Islam; dan
4.      Dengan organisasinya, Muhammadiyah bagian wanita (Aisyiyah) telah mempelopori kebangkitan wanita Indonesia untuk mengecap pendidikan dan berfungsi sosial, setingkat dengan kaum pria.

2. KH.Ibrahim(1923-1932)
KH.Ibrahim lahir di Yogyakarta,7 mei 1874 dan meninggal di Yogyakarta 13 Oktober 1932 pada umur 58 tahun. Ia adalah ketua umumMuhammadiyah yang kedua yang menggantikan KH,Ahmad Dahlan. KH. Ibrahim adalah putra dari KH. Fadlil Rachmaningrat, seorang Penghulu Hakim Negera kesultanan Yogyakarta pada zaman Sri Sultan Hamengkubuwono VII, dan ia adalah adik kandung dari Nyai Ahmad Dahlan. KH. Ibrahim adalah ulama yang hafal Al Qur’an, ahli seni baca Al-Quran, serta mahir dalam bahasa arab. Pada periode kepemimpinannya, cabang-cabang Muhammadiyah banyak didirikan di berbagai tempat di Indonesia.Sebelum KH.Ahmad Dahlan wafat, ia berpesan pada sahabat-sahabatnya agar tongkat kepemimpinan Muhamadiyah sepeniggalnya diserahkan kepada Kiai Haji Ibrahim. Mula-mula KH. Ibrahim yang terkenal sebagai ulama besar menyatakan tidak sanggup memikul beban yang demikian berat itu. Namun atas desakan sahabat-sahabatnya agar amanat pendiri Muhammadiyah bisa dipenuhi, akhirnya dia bisa menerimanya.






 3.KH.Hisyam(1832-1936)
KH.Hisyam lahir di Kauman, Yogyakarta,10 November 1883 dan meninggal 20 Mei 1945 pada umur 61 tahun adalah Ketua Pengurus BesarMuhammadiyah yang ketiga. Ia memimpin Muhamadiyah selama tiga tahun. Ia dipilih dan dikukuhkan sebagai Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah dalam Kongres Muhammadiyah ke-23 di Yogyakarta tahun 1934. Ia adalah murid langsung dari KH.Ahmad Dahlan.Pertama kali ia dipilih dalam Kongres Muhammadiyah ke-23 di Yogyakarta tahun 1934, kemudian dipilih lagi dalam Kongres Muhammadiyah ke-24 di Banjarmasin pada tahun 1935, dan berikutnya dipilih kembali dalam Kongres Muhammadiyah ke-25 di Batavia(Jakarta) pada tahun 1936. KH Hisyam paling menonjol dalam ketertiban administrasi dan manajemen organisasinya. Pada periode kepemimpinannya, titik perhatian Muhammadiyah lebih banyak diarahkan pada masalah pendidikan dan pengajaran, baik pendidikan agama maupun pendidikan umum. Hal ini terjadi barangkali karena KH. Hisyam pada periode kepemimpinan sebelumnya telah menjadi Ketua Bagian Sekolah (saat ini disebut Majelis Pendidikan) dalam Pengurus Besar Muhammadiyah. Pada periode kepemimpinan Hisyam ini, Muhammadiyah telah membuka sekolah dasar tiga tahun (volkschool atau sekolah desa) dengan menyamai persyaratan dan kurikulum sebagaimana volkschool gubernemen. Setelah itu, dibuka pula vervolgschool Muhammadiyah sebagai lanjutannya. Dengan demikian, maka bermunculan volkschool dan vervolgschool Muhammadiyah di Indonesia, terutama di Jawa. Ketika pemerintahan kolonial Belanda membuka standaardschool, yaitu sekolah dasar enam tahun, maka Muhammadiyah pun mendirikan sekolah yang semacam dengan itu. Bahkan, Muhammadiyah juga mendirikan Hollands Inlandse School met de Qur'an Muhammadiyah untuk menyamai usaha masyarakat Katolik yang telah mendirikan Hollands Inlandse School met de Bijbel.
Kebijakan Hisyam mengarahkan pada modernisasi sekolah-sekolah Muhammadiyah, sehingga selaras dengan kemajuan pendidikan yang dicapai oleh sekolah-sekolah yang didirikan pemerintah kolonial. Ia berpikir bahwa masyarakat yang ingin memasukkan putra-putrinya ke sekolah-sekolah umum tidak perlu harus memasukkannya ke sekolah-sekolah yang didirikan pemerintah kolonial, karena Muhammadiyah sendiri telah mendirikan sekolah-sekolah umum yang mempunyai mutu yang sama dengan sekolah-sekolah pemerintah, bahkan masih dapat pula dipelihara pendidikan agama bagi putra-putri mereka. Walaupun harus memenuhi persyaratan-persyaratan yang berat, sekolah-sekolah yang didirikan Muhammadiyah akhirnya banyak yang mendapatkan pengakuan dan persamaan dari pemerintah kolonial saat itu.
Pendidikan keluarga
Putra-putrinya KH Hisyam disekolahkan di beberapa perguruan yang didirikan pemerintah. Dua orang putranya disekolahkan menjadi guru, yang saat itu disebut sebagai bevoegd. Satu orang putranya menamatkan studi di Hogere Kweekschooldi Purworejo, dan seorang lagi menamatkan studi di Europeesche Kweekschool Surabaya.Kedua sekolah tersebut merupakan sekolah yang didirikan pemerintah kolonial Belanda untuk mendidik calon guru yang berwenang untuk mengajar sekolah HIS milik pemerintah (gubernemen). Akhirnya mereka menjadi guru di HIS met de Qur’an Muhammadiyah di Kudus dan Yogyakarta.
Bintang jasa
Berkat jasa-jasa Hisyam dalam memajukan pendidikan untuk masyarakat, maka ia pun akhirnya mendapatkan penghargaan dari pemerintah kolonial Belanda saat itu berupa bintang tanda jasa, yaitu Ridder Orde van Oranje Nassau. Ia dinilai telah berjasa kepada masyarakat dalam pendidikan Muhammadiyah yang dilakukannya dengan mendirikan berbagai macam sekolah Muhammadiyah di berbagai tempat di Indonesia.
4. Kiai Haji Mas Mansoer (1936-1942)
 Lahir di surabaya,25 juni 1896 dan  meninggal di Surabaya, 25 april 1946 pada umur 49 tahun adalah seorang tokoh islam dan pahlawan nasional indonesia. Ibunya bernama Raudhah, seorang wanita kaya yang berasal dari keluarga Pesantren Sidoresmo Wonokromo Surabaya. Ayahnya bernama KH. Mas Achmad Marzoeqi, seorang pionir Islam, ahli agama yang terkenal di Jawa Timur pada masanya. Dia berasal dari keturunan bangsawan Astatinggi Sumenep, Madura. Dia dikenal sebagai imam tetap dan khatib di MasjidAmpel, suatu jabatan terhormat pada saat itu.Masa kecilnya dilalui dengan belajar agama pada ayahnya sendiri. Di samping itu, dia juga belajar di Pesantren Sidoresmo, dengan Kiai Muhammad Thaha sebagai gurunya. Pada tahun 1906, ketika Mas Mansur berusia sepuluh tahun, dia dikirim oleh ayahnya ke Pondok Pesantren Demangan, Bangkalan, Madura. Di sana, dia mengkaji Al-Qur’an dan mendalami kitab Alfiyah ibn Malik kepada Kiai Khalil. Belum lama dia belajar di sana kurang lebih dua tahun, Kia Khalil meninggal dunia, sehingga Mas Mansur meninggalkan pesantren itu dan pulang ke Surabaya. Di samping aktif dalam bidang tulis-menulis, dia juga aktif dalam organisasi, meskipun aktivitasnya dalam organisasi menyita waktunya dalam dunia jurnalistik. Pada tahun 1921, Mas Mansoer masuk organisasi Muhammadiyah. Aktivitas Mas Mansoer dalam Muhammadiyah membawa angin segar dan memperkokoh keberadaan Muhammadiyah sebagai organisasi pembaharuan. Tangga-tangga yang dilalui Mas Mansur selalu dinaiki dengan mantap. Hal ini terlihat dari jenjang yang dilewatinya, yakni setelah Ketua Cabang Muhammadiyah Surabaya, kemudian menjadi Konsul Muhammadiyah Wilayah Jawa Timur. Puncak dari tangga tersebut adalah ketika Mas Mansur menjadi Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah pada tahun 1937-1943. Mas Mansoer dikukuhkan sebagai Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah dalam Kongres Muhammadiyah ke-26 di Jogjakarta pada bulan Oktober 1937. Banyak hal pantas dicatat sebelum Mas Mansoer terpilih sebagai Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah. Suasana yang berkembang saat itu ialah ketidakpuasan angkatan muda Muhammadiyah terhadap kebijakan Pengurus Besar Muhammadiyah yang terlalu mengutamakan pendidikan, yaitu hanya mengurusi persoalan sekolah-sekolah Muhammadiyah, tetapi melupakan bidang tabligh (penyiaran agama Islam). Angkatan Muda Muhammadiyah saat itu berpendapat bahwa Pengurus Besar Muhammadiyah hanya dikuasai oleh tiga tokoh tua, yaitu KH. Hisjam (Ketua Pengurus Besar), KH. Moechtar (Wakil Ketua), dan KH. Sjuja' sebagai Ketua Majelis PKO (Pertolongan Kesedjahteraan Oemoem). Situasi bertambah kritis ketika dalam Kongres Muhammadiyah ke-26 di Jogjakarta pada tahun 1937, ranting-ranting Muhammadiyah lebih banyak memberikan suara kepada tiga tokoh tua tersebut. Kelompok muda di lingkungan Muhammadiyah semakin kecewa. Namun setelah terjadi dialog, ketiga tokoh tersebut ikhlas mengundurkan diri.
Setelah mereka mundur lewat musyawarah, Ki Bagoes Hadikoesoemo diusulkan untuk menjadi Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah, namun ia yang menolak. Kiai Hadjid juga menolak ketika ia dihubungi untuk menjadi Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah. Perhatian pun diarahkan kepada Mas Mansoer (Konsul Muhammadiyah Daerah Surabaya). Pada mulanya Mas Mansoer menolak, tetapi setelah melalui dialog panjang ia bersedia menjadi Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah.Pergeseran kepemimpinan dari kelompok tua kepada kelompok muda dalam Pengurus Besar Muhammadiyah tersebut menunjukkan bahwa Muhammadiyah saat itu sangat akomodatif dan demokratis terhadap aspirasi kalangan muda yang progresif demi kemajuan Muhammadiyah, bukan demi kepentingan perseorangan. Bahkan Pengurus Besar Muhammadiyah pada periode Mas Mansoer juga banyak didominasi oleh angkatan muda Muhammadiyah yang cerdas, tangkas, dan progresif. Terpilihnya Mas Mansoer sebagai Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah meniscayakannya untuk pindah ke Jogjkarta bersama keluarganya. Untuk menopang kehidupannya, Muhammadiyah tidak memberikan gaji, melainkan ia diberi tugas sebagai guru di Madrasah Mu'allimin Muhammadiyah, sehingga ia mendapatkan penghasilan dari sekolah tersebut. Sebagai Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah, Mas Mansoer juga bertindak disiplin dalam berorganisasi. Sidang-sidang Pengurus Besar Muhammadiyah selalu diadakan tepat pada waktunya. Demikian juga dengan para tamu Muhammadiyah dari daerah-daerah. Berbeda dari Pengurus Besar Muhammadiyah sebelumnya yang seringkali menyelesaikan persoalan Muhammadiyah di rumahnya masing-masing, Mas Mansoer selalu menekankan bahwa kebiasaan seperti itu tidak baik bagi disiplin organisasi, karena Pengurus Besar Muhammadiyah telah memiliki kantor sendiri beserta segenap karyawan dan perlengkapannya. Namun ia tetap bersedia untuk menerima silaturrahmi para tamu Muhammadiyah dari daerah-daerah itu di rumahnya untuk urusan yang tidak berkaitan dengan Muhammadiyah. Atas jasa-jasanya, oleh Pemerintah Republik Indonesia ia diangkat sebagai Pahlawan Nasional bersama teman seperjuangannya, yaitu KH. Fakhruddin.
5.      Ki Bagoes Hadikoesoemo ( 1942-1953)
Ki Bagoes Hadikoesoemo atau Ki Bagus Hadikusumo lahir di Jogjakarta,24 November 1890 – meninggal di jakarta, 4 November 1954 pada umur 63 tahun adalah seorang tokoh BPUPKI. Ia dilahirkan di kampung Kauman dengan nama R. Hidayat pada 11 Rabi'ul Akhir 1308 H (24 November 1890). Ki Bagus adalah putra ketiga dari lima bersaudara Raden Kaji Lurah Hasyim, seorang abdi dalem putihan (pejabat) agama Islam di Kraton Yogyakarta. Ia mendapat pendidikan sekolah rakyat (kini SD) dan pendidikan agama di pondok pesantren tradisional Wonokromo Yogyakarta. Kemahirannya dalam sastra jawa,melayu, dan belanda didapat dari seorang yang bernama Ngabehi Sasrasoeganda, dan Ki Bagus juga belajar bahasa inggris dari seorang tokoh Ahmadiyah yang bernama Mirza Wali Ahmad Baig. Selanjutnya Ki Bagus pernah menjadi Ketua Majelis Tabligh (1922), Ketua Majelis Tarjih, anggota Komisi MPM Hoofdbestuur Muhammadijah (1926), dan Ketua PP Muhammadiyah (1942-1953). Ia sempat pula aktif mendirikan perkumpulan sandiwara dengan nama Setambul. Selain itu, bersama kawan-kawannya ia mendirikan klub bernama Kauman Voetbal Club (KVC), yang kelak dikenal dengan nama Persatuan Sepak Bola Hizbul Wathan (PSHW). Pada tahun 1937, Ki Bagus diajak oleh Mas Mansoer untuk menjadi Wakil Ketua PP Muhammadiyah. Pada tahun 1942, ketika KH Mas Mansur dipaksa Jepang untuk menjadi ketua Putera  (Pusat Tenaga Rakyat), Ki Bagus menggantikan posisi ketua umum yang ditinggalkannya. Posisi ini dijabat hingga tahun 1953. Semasa menjadi pemimpin Muhammadiyah, ia termasuk dalam anggota BPUPKI dan PPKI. Ki Bagus Hadikusumo sangat besar peranannya dalam perumusan Muqadimah UUD 1945 dengan memberikan landasan ketuhanan, kemanusiaan, keberadaban, dan keadilan. Pokok-pokok pikirannya dengan memberikan landasan-landasan itu dalam Muqaddimah UUD 1945 itu disetujui oleh semua anggota PPKI.Ki Bagus aktif membuat karya tulis, antara lain Islam Sebagai Dasar Negara dan Achlaq Pemimpin. Karya-karyanya yang lain yaitu Risalah Katresnan Djati (1935), Poestaka Hadi (1936), Poestaka Islam (1940), Poestaka Ichsan (1941), dan Poestaka Iman (1954).

6.      Ahmad Rasyid Sutan Mansur (1953-1959)
Ahmad Rasyid Sutan Mansur atau lebih di kenal sebagai AR Sutan Mansur (maninjau, Sumatera barat, 15 Desember 1895) adalah seorangtokoh pimpinan Muhammadiyah.

7.      Fakih Usman (1968-1971)
Fakih Usman adalah Menteri Agama Indonesia pada tahun 1952-1953 pada kabinet Wilopo, selain itu ia juga pernah menjabat sebagai ketua PP muhammadiyah.

8.      KH. Abdul Rozak Fachruddin

KH. Abdul Rozak Fachruddin lahir di kulonprogo, yogyakarta 14 februari 1916 meninggal di solo, Jawa Tengah 17 Maret 1995 pada umur 79 tahun, atau juga di kenal dengan sebutan A.R. Fachruddin atau Pak A.R.,adalah seorang tokoh islam di indonesia. Ia pernah menjadi ketua umum pengurus pusat muhammadiyah. Ia di makamkan di TMP kuncen Yogyakarta. Di tangannya, Islam terasa sangat mudah dan toleran. Prinsipnya dalam berdakwah, Islam harus dibawakan dengan senyum. Agaknya prinsip 'senyum' ini, ikut membentuk wajah Muhammadiyah - ormas Islam yang pernah beberapa periode dipimpinnya - terasa teduh. "Memimpin dengan senyum", kesan itulah yang melekat pada diri ulama kharismatik ini. Ia menyadari betul, senyum memiliki nilai ibadah. Kata Nabi, "Senyummu kepada saudaramu adalah shadaqah. Tokoh dan ulama Muhammadiyah itu tak lain adalah KH Abdul Rozak Fachruddin. Sosok sederhana yang akrab dipanggil Pak AR ini dilahirkan pada 14 Februari 1916, di Brosot, sebuah dusun kecil di wilayah Kabupaten Kulonprogo, Yogyakarta. Sejak kecil, AR Fachruddin sudah berkecimpung di Muhammadiyah. Setelah lulus dari bangku SD Muhammadiyah tahun 1928, AR kecil melanjutkan ke Muallimin selama dua tahun.



9.      Prof.Dr.H.Amien Rais (1995-2000)
Prof. Dr. H. Amien Rais (lahir di solo,jawa tengah,26 April 1944: umur 67 tahun) adalah politikus Indonesia yang pernah menjabat sebagai ketua MPR priode 1999-2004 Jabatan ini dipegangnya sejak ia dipilih oleh MPR hasil Pemilu 1999 pada bulan Oktober  1999. Namanya mulai mencuat ke kancah perpolitikan Indonesia pada saat-saat akhir pemerintahan Presiden Soeharto sebagai salah satu orang yang kritis terhadap kebijakan-kebijakan Pemerintah. Setelah partai-partai politik dihidupkan lagi pada masa pemerintahan Presiden Habibie, Amien Rais ikut mendeklarasikan Partai Amanat Nasional (PAN). Ia menjabat sebagai Ketua Umum PAN dari saat PAN berdiri sampai tahun 2005. Sebuah majalah pernah menjulukinya sebagai "King Maker". Julukan itu merujuk pada besarnya peran Amien Rais dalam menentukan jabatan presiden pada Sidang Umum MPR tahun 1999 dan Sidang Istimewa tahun 2001. Padahal, perolehan suara partainya, PAN, tak sampai 10% dalam pemilu 1999.
Lahir di solo pada 26 April 1944, Amien dibesarkan dalam keluarga aktivis Muhammadiyah yang fanatik. Orangtuanya, aktif di Muhammadiyah cabang Surakarta. Masa belajar Amien banyak dihabiskan di luar negeri. Sejak lulus sarjana dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta pada 1968 dan lulus Sarjana Muda Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta (1969), ia melanglang ke berbagai negara dan baru kembali tahun 1984 dengan menggenggam gelar master (1974) dari Universitas Notre Dame, Indiana, dan gelar doktor ilmu politik dari Universitas Chicago, Illinois, Amerika Serikat.
Kembali ke tanah air, Amien kembali ke kampusnya, Universitas Gadjah Mada sebagai dosen. Ia bergiat pula dalam Muhammadiyah, ICMI, BPPT, dan beberapa organisasi lain. Pada era menjelang keruntuhan Orde Baru, Amien adalah cendekiawan yang berdiri paling depan. Tak heran ia kerap dijuluki Lokomotif Reformasi.
Akhirnya setelah terlibat langsung dalam proses reformasi, Amien membentuk Partai Amanat Nasional (PAN) pada 1998 dengan platform nasionalis terbuka. Ketika hasil pemilu 1999 tak memuaskan bagi PAN, Amien masih mampu bermain cantik dengan berhasil menjadi ketua MPR.Posisinya tersebut membuat peran Amien begitu besar dalam perjalanan politik Indonesia saat ini. Tahun 1999, Amien urung maju dalam pemilihan presiden. Tahun 2004 ini, ia maju sebagai calon presiden dan meraih hampir 15% suara nasional.Pada 2006 Amien turut mendukung evaluasi kontrak karya terhadap PT. Freeport Indonesia. Setelah terjadi Peristiwa Abepura, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Syamsir Siregar secara tidak langsung menuding Amien Rais dan LSM terlibat dibalik peristiwa ini. Tapi hal ini kemudian dibantah kembali oleh Syamsir Siregar.Pada Mei 2007, Amien Rais mengakui bahwa semasa kampanye pemilihan umum presiden pada tahun 2004, ia menerima dana non bujeter Departemen Kelautan dan Perikanan dari Menteri Perikanan dan Kelautan Rokhmin Dahuri sebesar Rp 200 juta. Ia sekaligus menuduh bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden lainnya turut menerima dana dari departemen tersebut, termasuk pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla yang kemudian terpilih sebagai presiden dan wakil presiden.

10.  Ahmad Syafi’i Ma’arif (2000-2005)
Ahmad Syafi'i Ma'arif (lahir di Sumpurkudus, Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat, 31 Mei 1935 umur 76 tahun) adalah mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah, yang juga dikenal sebagai seorang tokoh dan ilmuwan yang mempunyai komitmen kebangsaan yang kuat. Sikapnya yang plural, kritis, dan bersahaja telah memposisikannya sebagai Bapak Bangsa. Ia tidak segan-segan mengkritik sebuah kekeliruan, meskipun yang dikritik itu adalah temannya sendiri.Sejak kecil ia hidup dalam lingkungan keislaman yang kental. Lulus dari Ibtidaiyah Sumpurkudus, ia melanjutkan ke Madrasah Muallim Lintau, yang kemudian pindah ke Yogyakarta di sekolah yang sama. Ia memang mengambil seluruh pendidikan menengahnya di Mualimin Muhammadiyah. Kemudian ia melanjutkan pendidikannya ke Fakultas Hukum Universitas Cokroaminoto, Solo, hingga memperoleh gelar sarjana muda. Setamat dari Fakultas Hukum, ia melanjutkan pendidikannya ke IKIP Yogyakarta, dan memperoleh gelar sarjana sejarah.Selanjutnya bekas aktivis Himpunan Mahasiswa Islam ini, terus meneruskan menekuni ilmu sejarah dengan mengikuti Program Master di Departemen Sejarah Universitas Ohio, AS. Sementara gelar doktornya diperoleh dari Program Studi Bahasa dan Peradaban Timur Dekat, Universitas Chicago, AS, dengan disertasi Islam as the Basis of State: A Study of the Islamic Political Ideas as Reflected in the Constituent Assembly Debates in Indonesia.Selama di Chicago inilah, anak bungsu di antara empat bersaudara ini, terlibat secara intensif melakukan pengkajian terhadap Al-Quran, dengan bimbingan dari seorang tokoh pembaharu pemikiran Islam, Fazlur Rahman. Di sana pula, ia kerap terlibat diskusi intensif dengan Nurcholish Madjid dan Amien Rais yang sedang mengikuti pendidikan doktornya.Penulis Damiem Demantra membuat sebuah novel tentang masa kecil Ahmad Syafi'i Maarif, yang berjudul 'Si Anak KampungSetelah meninggalkan posisnya sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah, kini ia aktif dalam komunitas Maarif Institute. Di samping itu, guru besar IKIP Yogyakarta ini, juga rajin menulis, di samping menjadi pembicara dalam sejumlah seminar. Sebagian besar tulisannya adalah masalah-masalah Islam, dan dipublikasikan di sejumlah media cetak. Selain itu, ia juga menuangkan pikirannya dalam bentuk buku. Bukunya yang sudah terbit, antara lain, berjudul Dinamika Islam dan Islam, Mengapa Tidak?, kedua-duanya diterbitkan oleh Shalahuddin Press, 1984. Kemudian Islam dan Masalah Kenegaraan, yang diterbitkan oleh LP3ES, 1985. Atas karya-karyanya, pada tahun 2008 Syafii mendapatkan penghargaan Ramon Magsaysay dari pemerintah Filipina.
11.  Prof.Dr. Sirajuddin Syamsudin (2005-2015)
Prof. Dr. Sirajuddin Syamsuddin, atau dikenal dengan Din Syamsuddin (lahir di Sumbawa Besar, Nusa Tenggara Barat, 31 Agustus 1958 umur 53 tahun), adalah seorang politisi yang saat ini menjadi Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 2005-2010. Istrinya bernama Fira Beranata, dan memiliki 3 orang anak.Ia menempuh pendidikan sarjana di IAIN Jakarta, dan kemudian melanjutkan pascasarjana dan doktornya di University of California at Los Angeles (UCLA) di Amerika Serikat Din pernah berkarier di birokrasi menduduki jabatan sebagai Direktur Jenderal Binapenta Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia. Sedangkan dalam kegiatan organisasi, Din pernah menjabat sebagai Ketua DPP Sementara Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (1985), Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah (1989-1993), Wakil Ketua PP Muhammadiyah (2000-2005), Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan Ketua Litbang Golongan Karya.Sebagai ketua PP Muhammadiyah, ia seringkali diundang untuk menghadiri berbagai macam konferensi tingkat internasional berkenaan dengan masalah hubungan antara umat beragama dan perdamaian. Baru-baru ini, misalnya, ia diundang ke Vatican untuk memberikan ceramah umum tentang terorisme dalam konteks politik dan idiologi. Ia memandang bahwa terorisme lebih relevan bila dikaitkan dengan isu politik dibandingkan dengan isu idiologi. Sejalan dengan itu, ia juga tidak senang bila sebagian kelompok umat Islam menggunakan label Islam dalam melakukan aksi-aksi terorisme mereka. Menurutnya, aksi-aksi terorisme yang mengatasnamakan Islam justru sangat merugikan umat Islam baik pada tingkat internal umat Islam maupun pada skala global.Din Syamsuddin dipandang sebagai sosok pemimpin umat Islam bukan hanya karena dia Ketua Umum Muhammadiyah, tetapi lebih dari itu karena kemampuannya untuk melakukan dialog dengan seluruh elemen umat beragama baik antar sesama umat Islam, maupun dengan umat beragama lainnya.Din Syamsuddin merupakan salah-satu penumpang dalam Garuda Indonesia Penerbangan 200, ia mengalami luka ringan dalam penerbangan yang menewaskan 21 orang tersebut.






































Tidak ada komentar:

Posting Komentar